Ancaman Pemotongan TKDD 2026, Lampung Selatan Bersiap Hadapi Krisis Fiskal, Mantan Staf Khusus Keuangan Tawarkan Solusi Strategis

banner 468x60

PORTAL ASPIRASI– Pemerintah Kabupaten Lampung Selatan diperkirakan menghadapi tantangan fiskal yang berat pada tahun 2026 menyusul potensi pemotongan Transfer Ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) hingga 20–25 persen atau setara dengan Rp 300 miliar dari total dana transfer pemerintah pusat. Dengan proyeksi APBD sekitar Rp 2,4 triliun dan lebih dari 80 persen berasal dari transfer pusat, kondisi ini dapat mempersempit ruang fiskal daerah secara signifikan dan berdampak pada berbagai program pembangunan, terutama belanja modal dan prioritas infrastruktur.

Mantan Staf Khusus Bagian Keuangan Kabupaten Lampung Selatan, Firdaus, S.H., menyoroti dampak nyata dari kebijakan pemotongan ini. Menurutnya, pemotongan Rp 300 miliar bukan sekadar angka statistik, tetapi pukulan langsung bagi pembangunan daerah. Sektor infrastruktur jalan, yang menjadi urat nadi perekonomian, diperkirakan akan mengalami keterlambatan. Hal ini akan berdampak pada menurunnya daya gerak ekonomi masyarakat di tingkat akar rumput, serta menghambat program pembangunan yang langsung menyentuh kepentingan publik.

banner 336x280

Firdaus menambahkan bahwa penyusutan anggaran akan membuat pemerintah daerah harus cermat dalam mengalokasikan belanja rutin, seperti gaji pegawai, operasional pemerintahan, dan pelayanan publik, sementara belanja modal untuk perbaikan jalan, jembatan, dan fasilitas umum lainnya akan tertekan. “Kekurangan anggaran ini bukan hanya soal jumlah, tetapi juga soal prioritas. Pemerintah harus memilih program mana yang bisa dijalankan dan mana yang harus ditunda, sehingga pembangunan tidak stagnan,” ujarnya.

Untuk menghadapi tantangan ini, Firdaus menawarkan sejumlah solusi strategis dan komprehensif. Langkah pertama adalah efisiensi anggaran secara menyeluruh. Pemerintah daerah diharapkan melakukan audit internal untuk memangkas pemborosan, meninjau ulang setiap item pengeluaran, dan memastikan bahwa setiap rupiah memiliki nilai guna dan dampak nyata bagi masyarakat.

Langkah kedua adalah optimalisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) tanpa membebani masyarakat. Firdaus menekankan pentingnya pemberdayaan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) agar lebih profesional, menghasilkan dividen, dan berkontribusi pada APBD. Selain itu, pemerintah daerah dapat menjalin kerja sama dengan pihak swasta melalui skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) untuk menghidupkan aset daerah yang menganggur, seperti tanah, gedung, atau fasilitas publik yang belum termanfaatkan secara maksimal.

Selain itu, pendekatan proaktif ke kementerian teknis juga menjadi strategi penting jangka pendek. Pemkab Lampung Selatan dianjurkan untuk mengajukan proposal program khusus ke kementerian seperti PUPR, Pertanian, dan Kesehatan, sehingga dana program bisa turun langsung ke masyarakat. Langkah ini diharapkan dapat memitigasi dampak penyusutan APBD dan tetap menjaga kelancaran program pembangunan lokal.

Firdaus juga menyoroti opsi penerbitan obligasi daerah sebagai alternatif pembiayaan. Meski terlihat canggih, ia menekankan bahwa obligasi harus digunakan hanya untuk proyek yang mampu menghasilkan pendapatan, seperti pembangunan pasar modern, sistem air bersih, atau fasilitas yang dapat mendukung ekonomi lokal. Obligasi tidak boleh dipakai untuk menutup defisit rutin karena berisiko membebani daerah dengan bunga tinggi dan utang jangka panjang. Kemampuan bayar dan peringkat kredit daerah harus menjadi pertimbangan utama sebelum menggunakan instrumen ini.

Pakar kebijakan publik Dr. Andi Wijaya menilai pandangan Firdaus sangat realistis dan konstruktif. Ia menekankan bahwa strategi yang ditawarkan mencakup semua lini, mulai dari efisiensi internal pemerintah, penguatan PAD, lobi ke pusat, hingga kajian cermat terhadap pembiayaan alternatif. “Ini adalah peta jalan yang jelas untuk menghadapi tekanan fiskal. Prioritas jangka pendek adalah efisiensi dan lobi ke pusat, sementara jangka menengah dan panjang fokus pada PAD dan obligasi daerah yang matang,” jelasnya.

Dengan ancaman krisis fiskal yang semakin nyata, langkah cepat, inovatif, dan strategis sangat dibutuhkan. Pendekatan yang menggabungkan efisiensi, optimalisasi PAD, lobi ke pusat, dan penerapan instrumen keuangan alternatif diyakini menjadi kunci agar pembangunan dan pelayanan publik tidak terhambat, sekaligus memperkuat kemandirian fiskal Lampung Selatan.***

banner 336x280